Showing posts with label remote sensing. Show all posts
Showing posts with label remote sensing. Show all posts

Monday, April 18, 2011

Perjalanan Teknologi Survey Pemetaan ke Teknologi Informasi Geospasial

Perjalanan Teknologi Survey Pemetaan ke Teknologi Informasi Geospasial

Gambar1. Buku "INFRASTRUKTUR INFORMASI GEOSPASIAL NASIONAL"

Sebuah catatan ringan yang bersumber dari Kata Pengantar dan Bab I sebuah Buku berjudul "INFRASTRUKTUR INFORMASI GEOSPASIAL NASIONAL" karya Prof. Dr. Ir. Jacub Rais, M.Sc terbitan BAKOSURTANAL.

Beliau mengantarkan buku ini dengan rangkaian kata awal berupa apa itu "Data Spasial" dilanjutkan dengan sifat keruangan di Bumi yang kini dikenal dengan istilah "Geospasial" sebagai kosakata baru dalam era teknologi informasi. Informasi tersebut juga ada secara absolut di Bumi melalui sistem koordinat "geodetik", adanya satelit GPS membantu menentukan posisinya yang teliti di Bumi ini. Dilanjutkan dengan perlunya koordinasi pemetaan di Indonesia (sejarah dibentuknya BAKOSURTANAL).

Ada hal yang sangat menarik yakni penjelasan mengenai asal usul istilah "data spasial" pada Kata Pengantar Buku ini. Banyak yang mengira bahwa istilah data spasial merupakan nomenklatur yang diciptakan oleh para profesi pembuat peta, tetapi yang sebenarnya istilah data spasial justru datang dari para ahli statistik dunia dan para perencana regional dunia yang berkumpul di suatu kota kecil Perancis Saint-Maximin 24-28 Mei 1971. Kala itu, mereka merasa bahwa data statistik yang selama ini dipergunakan dalam perencanaan tidaklah cukup untuk mengambil keputusan mengenai alokasi dan lokasi sumberdaya alam, sehingga diperlukan adanya data yang "berdimensi spasial" bukan data statistik semata. Kemudian dimunculkanlah istilah "Data Banks for Development" (1971) untuk data berdimensi spasial, yang selanjutnya berkembang menjadi "Geographic Data Handling" (1975) kemudian menjadi Geo-referenced Information System (1980) dan seterusnya GIS, dan sebagainya.

Itulah sekelumit kata pengantar, dilanjut ke Bab I yang mengambil judul "Pengembangan Teknologi Survei dan Pemetaan ke Teknologi Informasi Geospasial". Sewaktu membaca Bab I ini seakan dibawa ke dalam sebuah perjalanan ruang dan waktu dari informasi geospasial, data geospasial hingga infrastruktur data spasial.

Alkisah, sejak revolusi industri pertama di pertengahan abad ke-18 hingga kini dunia telah memasuki revolusi ke-5 yaitu revolusi industri informasi dan komunikasi yang telah menguasai seluruh aktivitas kehidupan manusia. Saat ini hampir semua sektor telah bergelut untuk membangun informasi geospasial sesuai kebutuhan masing-masing dalam berbagai tingkatan baik lokal, nasional bahkan internasional.

Dalam Bab I ini, Beliau menuliskan pengertian mengenai Informasi dan Data Geospasial dalam bahasa kebumian. Informasi geospasial adalah informasi yang terkait ruang muka bumi maupun ruang di bawah muka bumi, seperti informasi tentang sumberdaya mineral, minyak dan gas bumi serta peristiwa yang terjadi di muka bumi/di bawah muka bumi. Data Geospasial adalah data yang terpetakan atau ter-rekam secara keruangan, seperti peta, citra dari udara dan ruang angkasa.

Di era pra satelit, informasi geospasial disajikan di atas daun papyrus (kebudayaan Mesir Kuno di lembah Nile), di atas tablet tanah liat (Euphrat dan Tigris di lembah Mesopotamia) dan di masa Kerajaan Romawi dengan peta-peta di atas marmer. Sejak penemuan bahan kertas di Cina hingga ketrampilan membuat kertas menjalar ke Jepang dan baru pada tahun 1276 pabrik kertas pertama dibangun di Eropa.

Sejarah satelit, dimulai sejak peluncuran satelit sumberdaya alam ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite) di tahun 1972 dengan resolusi spasial 80 meter, hingga kini dunia telah menghadapi informasi dengan ketelitian hinggga 0,5 meter-1meter dari satelit WorldView-2, Quickbird, IKONOS, dsb. Informasi geospasial ini telah membantu manusia dalam peningkatan manajemen dan perlindungan ruang hidup manusia dengan efektivitas dan efisiensi dalam pembangunan ekonomi dari sumberdaya.

Resolusi di atas mensyaratkan data geospsial yang dapat dipercaya dan dengan biaya yang dapat dijangkau, dapat diakses secara tepat waktu dan efisien sebagai bagian dari realisasi janji-janji "information society". Hal tersebut apabila kita melihat berita yang sedang booming sekarang yakni disahkannya RUU IG.

Terkait informasi untuk umum tersebut, maka perlu adanya infratruktur informasi, termasuk infrastruktur data geospasial sebagai fasilitas jasa data Geospasial yang terstruktur. Berkembangnya infrastruktur geospasial menjadi terpacu oleh berkembangnya teknologi dijital (komputer) dan telekomunikasi.

---usai---


Untuk lebih lanjutnya silahkan akses langsung Buku "Infrastruktur Informasi Geospasial Nasional" tersebut.


Salam,

Aji Putra Perdana
*sedang belajar apa itu informasi yang berbau ruang dan waktu*

Wednesday, December 8, 2010

(Citra-Ocen Color Galeri) Fenomena Upwelling di Pesisir

(Citra-Ocen Color Galeri) Fenomena Upwelling di Pesisir

Melihat wilayah pesisir, tentusaja hal yang biasa bagi kita yang tinggal di Negara Maritim, Negara Kepulauan dengan garis pantai 81.000 km dan termasuk katergori yang terpanjang garis pantainya. Tidak ada salahnya kita menatap fenomena-fenomena pesisir di wilayah sono...salah satunya kali ini ditampilkan fenomena upwelling yang terjadi di wilayah pesisir barat Amerika sono, bukan Ameriki sini. Mengambil dari galeri gambar (citra satelit) oceancolor dalam kategori citra pesisir (coastal images).

Gambar 1. Wilayah Pesisir Barat Amerika Serikat

Angin bertiup ke selatan di sepanjang pantai barat Amerika Serikat - karena gesekan dan pengaruh rotasi bumi (friction and the effect of Earth's rotation) - menyebabkan lapisan permukaan lautan bergerak menjauh dari pantai. Karena air permukaan bergerak lepas pantai, dingin, air yang kaya nutrisi naik ke atas (upwells) dari bawah untuk menggantinya. Ini merupakan fenomena upwelling yang mengisi pertumbuhan fitoplankton laut, bersama dengan rumput laut yang lebih besar, pada gilirannya memelihara keragaman yang luar biasa makhluk yang ditemukan di sepanjang pantai California utara dan tengah.


Sensor seperti SeaWiFS bisa "melihat" efek dari ini produktivitas upwelling-terkait, karena fitoplankton klorofil-bantalan memantulkan kembali cahaya berwarna hijau ke ruang angkasa sebagai lawan dari air itu sendiri yang mencerminkan panjang gelombang dominan biru kembali ke angkasa.

Wilayah Laut dari gambar (citra) di atas (dikumpulkan pada tanggal 6 Oktober 2002) adalah kode warna untuk menunjukkan konsentrasi klorofil. Wilayah daratan dan kumpulan awan pada bagian dari gambar (citra) disajikan dalam komposit warna kuasi-alami (quasi-natural color).

--- Upwelling : fenomena di lautan yang begitu dingin, begitu kaya dan membawa kehidupan, demikian ungkap ANNE CANRIGHT, seorang geograf/geografer, penulis dan fotograf/fotografer, serta editor untuk Coast & Ocean. ---


sumber : Ocean Color Image Gallery dan http://www.ocean98.org

salam 'pesisir',

Aji PP

Air pergi begitu saja...

Air pergi begitu saja...

A Little Water Goes a Long Way, kurang lebih demikian titel yang diberikan oleh NASA terkait gambar presipitasi berikut ini :

download large image (506 KB, PDF) acquired August 1 - 31, 2010





Peta di atas merupakan hasil kompilasi dari pengamatan satelit Aqua milik NASA yakni sensor Atmospheric Infrared Sounder (AIRS) dan the Advanced Microwave Sounding Unit (AMSU-A).

Peta tersebut adalah salah satu dari beberapa cara yang dilakukan oleh para peneliti untuk mem-visualisasikan pergerakan air di planet bumi ini, sebagai demonstrasi dalam lembaran fakta baru yang mengkaji siklus air (hidrologi).

sumber : http://earthobservatory.nasa.gov/IOTD/view.php?id=46301

Salam 'perubahan',

Aji PP

Perubahan Iklim, hanya anomali atau terjadi kah?

Perubahan Iklim, hanya anomali atau terjadi kah?

Hari ini fulan kembali mempertanyakan mengenai fenomena alam yang sekarang ini sedang dialami oleh IKLIM. Para ahli menyebutnya Perubahan Iklim atau Climate Change, ada pula yang mengatakan Pemanasan Global atau Global Warming.

Ada yang bilang dampaknya ialah adanya 'perubahan', misalnya kenaikan muka air laut.

Rasa penasarannya pun membawa dia ke dunia maya dan bertemu dengan Jason-1 dan Jason-2 di lokasinya http://sealevel.jpl.nasa.gov/. Berikut hasil pengukuran yang dilakukan oleh kedua Jason dari tanggal 28 November 2010 hingga 8 desember 2010 dan divisualisasi sebagai sea surface height anomaly. di bawah ini:

Sea Surface Height Anomaly: Jason-1 and Jason-2 Measurements from 28-Nov-2010 to 08-Dec-2010

Peta ini menunjukkan hampir real-time (Near Real Time) tinggi permukaan laut anomali (Sea Surfece Height Anomay - SSHA) pengukuran dari misi satelit altimeter Jason-1 danJason-2. Setiap peta dihasilkan dari 10-hari pengukuran SSHA. Pengukuran dari misi NRT SSHA pengukuran ini biasanya tersedia dalam waktu 5 sampai 7 jam waktu nyata (real time). Pengukuran ini dapat digunakan untuk aplikasi meteorologi (misalnya cuaca), operasi laut (penangkapan ikan yaitu, berperahu, operasi lepas pantai), dan aplikasi lain di mana pengetahuan tentang kondisi arus laut berkaitan dengannya.


tertarik melihat 'perubahan' yang berupa kenaikan muka air laut berdasarkan data satelit dan data lapangan, silahkan kunjungi: http://climate.nasa.gov/keyIndicators/index.cfm#SeaLevel

Selain dari kenaikan muka air laut, 'perubahan' penduduk juga memaksa bumi menjadi semakin panas dan memanas ketika lahan atau area terbuka hijau perlahan berkurang dan berkurang perlahan-lahan. Hal tersebut disebut-sebut sebagai efek dari urbanisasi yang terjadi di Kota-Kota Besar, salah satunya di Indonesia ialah JAKARTA.

Lihatlah potret Ibukota Indonesia tercinta yakni JAKARTA dalam pigura citra satelit penginderaan jauh (Landsat MSS, Landsat TM dan ASTER) berikut:

Warna biru-hijau merupakan area kekotaan (urban), sedangkan warna merah ialah vegetasi. Sebelah kiri Landsat MSS rekaman tahun 1976 dengan jumlah penduduk sekitar 6juta, di tengah tahun 1989 direkam oleh Landsat TM dengan penduduk yang menghuni Jakarta sekitar 9juta, dan di sebelah kanan ialah citra ASTER rekaman tahun 2004 dengan penduduk sekitar 13juta.


Salam 'perubahan',

Aji PP

Sunday, December 5, 2010

Mangrove di INDONESIA (yang kaya sumberdaya)

Mangrove di INDONESIA (yang kaya sumberdaya)

Secara disengaja, hari ini fulan berkunjung ke http://earthobservatory.nasa.gov/IOTD/ untuk melihat image of d-day. Muncullah sebuah Negara Kepulauan sebagai salah satu dalam tampilan image of d-day yakni INDONESIA. Jadi teringat akan tulisan pembuka yang kerapkali digunakan oleh para peneliti, penulis, akademisi dan lain sebagainya untuk membuka pembicaraan atau tulisan mengenai sumberdaya kelautan dan permasalahannya di Indonesia yakni bahwa INDONESIA merupakan negara Maritim, Kepulauan, Kelautan, dan lain sebagainya dimana 70% wilayahnya berupa lautan, membentang 81.000 km garis pantainya dan lain sebagainya lagi dan lagi.

Sungguh luar biasa potensi Negera Kesatuan Republik Indonesia ini coba bayangkan betapa dunia menatap kita (baca: sumberdaya alam). Betapa butuhnya dunia akan INDONESIA terkait pula perubahan iklim yang kain digembor-gemborkan.

Apakah salah satu sumberdaya kelautan itu?

Mangrove, jawab fulan.

Kawasan hutan mangrove di Indonesia telah menyusut dari 4,2 juta hektar pada tahun 1982 sampai 2 juta hektar, ujar sebuah LSM (dimuat di dalam The Jakarta Post 6 Desember 2010).

"Sekitar 70 persen hutan mangrove di Indonesia berada dalam kondisi kritis dan rusak berat," kata Menteri Kelautan dan Perikanan RI Bapak Fadel Muhammad ketika meluncurkan kampanye penanaman bakau di desa Poka, Kecamatan Teluk Ambon, Provinsi Maluku, Jumat (30 Juli 2010). Dimuat di dalam Antara News pada hari sabtu 31 Juli 2010.

" Rawa bakau dapat membantu masyarakat pantai di Indonesia dalam menangkis laut yang naik/meningkat dan badai tropis kuat yang disebabkan oleh perubahan iklim," ujar para ahli yang dimuat dalam Reuters.

The Jakarta Post menuliskan :

RI’s mangrove forests shrinks to 2 million ha


Antara News menuliskan :


Reuters menuliskan :

Ketiga tulisan tersebut adalah sumber-sumber yang dipergunakan dalam tulisan ringkas di situs NASA yang memuat gambar persebaran Mangrove di dunia dan Indonesia. Berikut referensi yang dipergunakan, jika ada yang tertarik membacanya secara langsung silahkan meluncur ke TKP.
  1. Antara News (2010, July 31). Minister: Indonesia`s mangroves in critical condition.Accessed November 29, 2010.

  2. Giri, C., Ochieng, E., Tieszen, L. L., Zhu, Z., Singh, A., Loveland, T., Masek, J. and Duke, N. (2010) Status and distribution of mangrove forests of the world using earth observation satellite data. Global Ecology and Biogeography, DOI: 10.1111/j.1466-8238.2010.00584.x.
  3. The Jakarta Post (2010, March 21). RI’s mangrove forests shrinks to 2 million ha.Accessed November 29, 2010.
  4. MangroveWatch (n.d.) Mangroves in Australia. Accessed November 29, 2010.
  5. Landsat at NASA (2010, August 18). Landsat Enables World’s Most Comprehensive Mangrove Assessment. Accessed November 29, 2010.
  6. Reuters (2007, December 6). Mangroves help Indonesia fend off climate change.Accessed November 29, 2010.
Memetakan Mangrove dari Satelit, demikian judul yang diusung oleh NASA dalam image of d-day untuk postingan 30 November 2010.

Gambar (Peta) Persebaran Mangrove di Indonesia berdasarkan citra satelit

Mapping Mangroves by Satellite
download large image (430 KB, PNG)

Usaha pembuatan peta ini dipimpin oleh Chandra Giri dari U.S. Geological Survey dan dipublikasikan baru-baru ini di dalam Jurnal Global Ecology and Biogeography. Menggunakan teknik klasifikasi citra dijital, tim peneliti melakukan kompilasi dan analisa lebih dari 1000 scenes satelit kumpulan Landsat series.



*tambahan info (update info) : kata temen yang ndijit mangrove di Bakosurtanal; luas Mangrove di Indonesia 3,2 juta*

+ sekedar berbagi+

Salam,
Aji PP

Sunday, January 31, 2010

KRITIK terhadap Geospatial Sharing …

Kritik untuk si fulan (sekedar tokoh tambahan) yang berposisi sebagai ahli atau pemerhati atau disebut pula Geograf/Kartograf/Mapper/GISer/Planner/RSer/KPJers, dan lain sebagainya yang terkait keruangan atau lebih senang thole menyebutnya Para Ahli Geospasial. Tulisan ini hanyalah sekedar berbagi semata tanpa adanya maksud tertentu ataupun tidak hendak mengKRITIK siapapun hanya satu tokoh yang dikritik yakni THOLE sendiri (notabene sang penulis itu sendiri).



Menyerukan sebuah KRITIK tampaknya saat ini sedang menjadi TREN terutama di bidang ipoleksosbudhankam di Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini. Akantetapi berbeda dengan para Kritikus lainnya, thole (tokoh utama dalam cerita ini) akan melontarkan KRITIK terhadap thole sendiri. Sebuah penilaian egoisme dan kegemesan lokal terhadap apa yang sedang terjadi di Planet Bumi tercinta ini, khususnya keprihatinan thole akan perkembangan Informasi dan Teknologi Geospasial (ITG) di Indonesia – GIS, Remote Sensing, Cartography, GPS, etc.



Rasa prihatin kian memuncak pada malam ini meskipun malam-malam sebelumnya puncak-puncak itu telah ada dan membentuk deretan perbukitan alam imaji. Sedikit flashback alias mundur ke belakang dan nanti akan maju ke depan, thole masih mendapatkan kesempatan berlangganan Majalah Geospatial dari Negeri tuan Takur. Di Majalah tersebut tema yang diangkat kala itu ialah mengenai Perkembangan Informasi dan Teknologi Geospatial di Ml**ysi*. Hal ini membuat thole semakin geregetan (hanya bisa geregetan saja…hehe), kapan kiranya Indonesia bisa disorot atau menjadi Headline atau TEMA utama dalam Majalah tersebut bukan sekedar bagian kecil yang hanya terdiri dari satu atau dua paragraph dengan judul mengenai KEBAKARAN HUTAN ataupun lainnya.



Sekiranya proses perjuangan lembaga atau badan pemetaan di Indonesia dengan jejaringnya mengenai IDSN (Infrastruktur Data Spasial Nasional) dapat dikupas lebih menarik, aktivitas pemetaan partisipatif yang dilakukan para Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lokal maupun Internasional di Indonesia dengan berbagai tematik tertentu, bahkan dapat pula dikemas mengenai berbagai aktivitas geospasial sharing yang dilakukan oleh kalangan Mahasiswa yang belajar mengenai Geospasial maupun para komunitas penggemar peta yang diyakini oleh Thole tersebar di seluruh pelosok Nusantara Indonesia. Kenyataan yang terjadi ialah kebiasaan berperang secara gerilya membuat masing-masing kelompok, komunitas, mahasiswa, lembaga/badan, instansi, swasta, negeri, profit oriented maupun non-profit oriented bergerak sendiri-sendiri tanpa adanya koordinasi ataupun kerjasama yang memudahkan dalam Geospasial Sharing.



Kecenderungan yang ada kini ialah Mahasiswa semakin gemar membuat Seminar-Seminar, mengikutinya, akantetapi mana hasilnya? Sejauh mana tahapan Geospatial Sharing tersebut dipublikasikan secara lebih “membumi”, bukan sekedar untuk kalangan akademisi semata atau seprofesi saja tapi lebih mengena bagi Bangsa dan Rakyat Indonesia tercinta ini. LSM ataupun para penggemar PETA yang dengan senang hati melakukan pemetaan partisipatif melibatkan masyarakat dan kini para desainer atau posterer, penulis formal (MAJALAH, KORAN, dll) atau non-formal menggunakan PETA sebagai bagian dari tulisannya. Dapat dikategorikan bahwa karya mereka sudah mulai menjejakkan kaki di BUMI. Namun kadang yang ironis bagi Pembelajar Geospasial sekaligus Salut buat mereka ialah sebagian dari mereka tidak mempelajari Geografi, Kartografi, Peta, GPS, Penginderaan Jauh, dkk (Informasi dan Teknologi Geospasial) di dunia edukasi formal akantetapi mereka berusaha untuk menguasai kesemuanya secara otodidak dengan bereferensi pada buku-buku yang ada di dunia nyata dan tulisan atau buku di dunia maya maupun mengikuti kursus/pelatihan yang ada. Kemauan dan rasa ingin tahu mereka yang tinggi membuatnya mampu secara cepat (walaupun mungkin belum tepat, kata beberapa kritisi) dalam penguasaan informasi dan teknologi geospasial. Kritisi mengungkapkan hal ini kepada thole dan cakep, Ada di beberapa sisi mereka memerlukan pemahaman terkait “intisari” sehingga diharapkan dapat mereduksi kesalahan dalam penyampaian.



Berbicara mengenai ketidaktepatan, hal ini mengingatkan lagi pada thole untuk balik maning nang laptop alias kembali menceritakan Puncak Imaji yang menyebabkan thole menulis di word yang akan di-upload di blog ajiputrap. Hari minggu malam tanggal 31 Januari 2010 sekitar 2,5 jam yang lalu thole barusaja pulang dari mengikuti sebuah presentasi dalam WORKSHOP yang temanya mencoba menyampaikan informasi melalui peta dan poster yang diselenggarakan oleh sebuah MAJALAH GEOSPASIAL INDONESIA terkenal di dunia bahkan di Indonesia juga. Hal yang dapat disimpulkan dan menjadi pertanyaan thole ialah MANA PETANYA? Sangat disayangkan thole dan teman-teman yang berasal dari Fakultas Geografi UGM tidak mendapat kesempatan untuk bertanya. Jauh api dari panggang, jauh dari yang dibayangkan oleh thole sebelum berangkat.



Mengangkat Tema menyajikan informasi secara visual dari sebuah Candi terkait karakteristik fisik dan sosialnya ke dalam sebuah PETA dan POSTER berbekal GPS dan Peta (jika tidak salah tangkap), akantetapi dari para peserta yang mempresentasikan tidak ada PETAnya atau minimal Tracking atau point-point koordinat lat/long lokasi yang terpetakan. Secara sederhana dapat dengan menggunakan freedata yang ada di Google Earth/Google Maps seperti yang sudah dilakukan oleh teman-teman dari Peta Hijau pada lokasi yang sama yakni di Candi tersebut ataupun di lokasi-lokasi lainnya.



Bayangan thole, cakep dkk ketika menghadiri workshop ini ialah melihat PETA-PETA dan POSTER-POSTER hasil karya para peserta Workshop, namun yang dipresentasikan ternyata hanya baru sampai pada tahapan pengumpulan data fisik dan sosial berupa foto-foto, lokasi-lokasi yang mereka kunjungi belum diploting ke dalam sebuah mapping dan belum pula disajikan ke dalam Poster dimana ada Peta sebagai bagian di dalamnya (MAAF hanya sekedar KRITIK dan SARAN yang belum sempat diutarakan supaya kelak menjadi lebih baik dengan adanya sumbangsih dari teman-teman semua demi Dunia Geospasial di Indonesia Lebih Baik). Sangat disayangkan, untuk Majalah sekaliber Internasional tersebut dan sekedar saran jika judulnya agak sedikit diubah karena kontennya kurang sesuai dan output yang dipresentasikan sebagai hasil akhir dari workshopnya belum ada visualisasi ke dalam Peta maupun Poster layaknya hasil-hasil yang telah mereka buat di Majalahnya (atau karena keterbatasan waktu sehingga belum sampai pada finalnya, Maaf atas ketidaktahuan thole dan cakep).




Thole menulis ini hanya untuk menuangkan rasanya kepada diri thole yang tidak berkesempatan untuk bertanya dan hanya menunggu hingga menjadi yang tak terpilih untuk bertanya. Buat teman-teman pembaca dan penggemar Peta atau warga geografi ataupun para penghuni Bumi, sekiranya dalam membuat sebuah Acara dapat tercapai tujuannya dan suasana lebih hidup dengan informasi yang sekiranya tepat dan bukan hasil rabaan semata. Thole ucapkan Selamat kepada Seminar, Workshop atau apapun aktivitas kebumian yang telah terselenggara di Tahun 2010 ini maupun beberapa rencana ke depan dan lagi-lagi sekiranya Jagalah Benang Merahnya dengan tidak lupa pula Menjaga Putihnya Roh Ilmu Pengetahuan, Seni dan Teknologi yang digunakan dalam Geospatial Sharing.



Kritik ini hanya ditujukan kepada THOLE yang menunggu terlalu untuk sekedar mengacungkan jarinya dan mengajukan pertanyaan. Semakin ditunda semakin terlambat pula bahkan tidak ada kesempatan untuk dipilih, oleh karenanya LEBIH BERANI lah untuk bertanya dan jangan cuma mendengarkan ketika ada hal yang kita mengerti toh tidak ada salahnya berbagi bukan berarti menggurui. Hal yang semakin menarik lagi ialah thole hendak bertanya kepada cakep dan kawan-kawan pembaca sekalian, apa definisi Kartografi? Sejauh mana kita disebut sebagai Geograf ataupun Kartograf?



Apakah kita memiliki darah seni seorang pelukis BUMI? Ataukah kita hanya menyajikan bumi ke dalam bidang datar dengan tidak lagi atau kehilangan akan kaidah kartografis ?



Buka hari mu…Bukalah sedikit untuk ku...

Mari kita berbagi…thole menanti sharing dari teman-teman…




Menilik kembali dan membaca Kartografi Dasar (Basic Cartography), thole membaca buku kuliah Kartografi Dasar yang ditulis oleh salah satu dosen Kartografi di Fakultas Geografi UGM yang barusaja diberikan oleh cakep ke thole biar mantap atau membangkitkan memorinya. Disitu tertulis bahwa Cartography is: The art, science, and technology of creating maps dalam bahasa Indonesia-nya Kartografi ialah Ilmu Pengetahuan, Seni dan Teknologi dalam pembuatan peta. Ada tiga hal yang utama dan sekiranya ketiga hal tersebut seimbang atau adil dan merata layaknya Indonesia. Perlu adanya ilmu pengetahuan yang dikuasai mengenai bagaimana membuat Peta, adanya Seni dalam visualisasi, simbolisasi dan desain Peta dan Teknologi yang akan memudahkan atau membantu dalam pembuatan dan penyajiaanya. Seorang kartograf, apabila merunut akar pengertian di atas ialah orang yang menguasai ilmu, seni, dan teknologi pembuatan peta. Akantetapi dapatkah saya disebut sebagai kartograf jika saya hanya menguasai salah satunya? Itu thole dan cakep kembalikan pada pribadi kita masing-masing.



Ternyata tidak hanya berhenti disitu definisi Kartografi, tertulis selanjutnya bahwa Cartography: includes study of the theoretical foundations of mapping (graphic communication, colour theory, map interpretation). Silahkan kita telaah lebih dalam lagi dan berbagi lebih menyenangkan bersama thole. Sudahkah kita memaknai atau mendalami hal tesebut di atas? Kartograf juga desainer layaknya desainer baju, akantetapi baju dalam hal ini ialah baju untuk merepresentasikan permukaan bumi yang diskalakan pada bidang datar (definisi PETA).



Semakin ngalor-ngidul, thole dan cakep berdiskusi semakin keras apalagi malam semakin larut menjelang pagi nan menjulang ceria. Teringat akan obrolan geospasial ala thole and cakep bersama dengan beberapa teman KPJers (demikian mereka menyebutnya) yang berakar dari singkatan KPJ-Kartografi dan Penginderaan Jauh (ditambahi ers (cah-cah…). Thole sempat melontarkan “ojo nganti ilang jawane” kepada mereka pada suatu ketika kala berdiskusi mengenai makna dibalik sebuah nama “Kartografi dan Penginderaan Jauh”. Jika mencari definisi banyak sekali pada ahli yang telah mendefinisikan kedua ilmu pengetahuan tersebut. Ingat atau bacalah postingan thole sebelumnya yang menulis definisi Penginderaan Jauh (http://ajiputrap.blogspot.com/2010/01/geospatial-learning-at-2010.html)

Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990).

Lillesand, T.M. & Kiefer, R.W,1990, Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra (Terjemahan Dulbahri, dkk), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Dapat dilihat bahwa Kartografi dan Penginderaan Jauh ialah ilmu berseni, sehingga dibutuhkan jiwa seni dalam visualisasi datanya, dalam hal ini KRITIK terhadap thole dan cakep ialah ketidakpunyaan SENI dalam thole sendiri (tidak berbakat , tapi sok kumat :) hehe) - apabila menulis termasuk SENI maka tulisan ini ialah SENI ketidakteraturan dalam menulis. Imajinasi dalam kata dan rangkaiannya menjadi kalimat dan tersusun dalam beberapa paragraf tanpa batas.



Intisari dari tulisan di atas ialah perlu adanya pemaknaan yang mendalam bahwa sesungguhnya ketika kita bisa berbagi dengan apapun itu title yang kita miliki, ilmu yang kita pelajari, pengalaman yang kita arungi itulah gunanya kita belajar dan yakinlah ilmu pengetahuan takkan pernah padam. Oleh karenanya thole dan cakep mengangkat tema Geospasial Sharing, dimana isinya hanyalah tulisan semata dengan maksud KRITIK terhadap diri thole dan cakep yang mengaku sebagai Putra Bumi. Sesosok putra yang tinggal di Planet Bumi dan mencoba bercerita melalui bahasa Geospatial Sharing ala thole and cakep yang bahasanya dan susunannya naik turun. Pinta thole pada cakep ialah ketika sebuah karya geospasial dihasilkan untuk publik tetap diperlukan pengendali api,air,tanah,udara, kayu - maksudnya perlu referensi yang jelas dan penguasaan dalam berbagi. Jangan seperti thole dan cakep yang menulis tanpa bisa menguasai alur dari tulisannya, sehingga mengalami gerusan pada kanan kiri sungai cerita dan terjadi pengendapan pada bibir pantai cerita.



Kembali lagi thole teringat akan hal geospasial planning yakni “Pemaksaan Skala” dimana menurut Peraturan harus disajikan sebuah rencana geospasial planning level kabupaten dalam skala 50ribu untuk beberapa tema peta. Akantetapi di lembaga atau badan perpetaan belum tersedia Peta Dasar untuk wilayah tersebut pada skala 50ribu, baru ada peta pada skala 250ribu alias sak Provinsi. Layakkah kita melakukan Pemaksaan Skala dari Peta Dasar yang tersebut? Nek menurut thole yang awam ini, seyogyanya batas Administrasi pada skala 50ribu tentunya lebih detil daripada batas administrasi pada skala 250ribu. Dari sisi isi atau tema kita dapat melakukan pendetilan tentunya dengan adanya perkembangan ITG yakni Teknologi Penginderaan Jauh dengan citra satelitnya yang tentunya pula disesuaikan antara resolusi spasial citra dengan skala Peta. Mengingatkan thole kala melihat tulisan teman yang bersumber dari bukunya McCloy, 1995 mengenai kaitan skala dan resolusi citra pada sebagai berikut:



Tabel Hubungan Skala Peta dengan Resolusi Spasial

Skala

Resolusi (ukuran piksel)

Ukuran Peta

Rerata sel grid

1 : 1000000

1 Km x 1 Km

6’Long x 4’Lat

260000

1 : 250000

100 m x 100 m

1.5’Long x 1’Lat

1,6 x 104

1 : 100000

50 m x 50 m

30’Long x 30’Lat

1,1 x 104

1 : 100000

25 m x 25 m

30’Long x 30’Lat

4,3 x 104

1 : 50000

25 m x 25 m

15’Long x 15’Lat

1,1 x 104

1 : 25000

10 m x 10 m

7.5’Long x 7.5’Lat

1,7 x 104

Sumber: McCloy (1995)

McCloy, Keith R., 1995, Resource Management Information Systems : Process and Practice, Taylor & Francis, Inc., London.



Demikian celoteh thole dan cakep pada hari ini jam ini dan berhubung sudah larut malamnya dalam pagi maka diakhiri dalam kisahnya yang belum tau kapan hendak berlanjut lagi. Bagi teman-teman yang senang berbagi dan mengKRITIK silahkan bergabung bersama Geospatial Imagination with thole and cakep di http://ajiputrap.blogspot.com.



Berbagi pun kini dapat melalui buku elektronik di dunia maya, seperti beberapa sharing berikut dari tempat thole berbagi.



Berikut sedikit ebooks yang bisa di bebaca, kini tlah banyak teman-teman pemerhati geospasial saling sharing dan berbagi berbagai informasi dan perkembangan yang ada, silahkan searching dan keep learning...Semoga bisa bermanfaat...Salam Geospasial Indonesia...MERDEKA!!!



GIS E-book Series merupakan kumpulan tulisan e-book yang di-share di dalam milist atau komunitas GIS.



Berikut kumpulan Geovisi GIS E-book Series :

GPS:

1. Geovisi GIS Textbooks Series GPS

2. BEKERJA DENGAN GPS-Komunitas GIS

3. TRACK DAN MARK LOKASI DENGAN GPS

Perpetaan :

4. Membaca Koordinat Peta

GIS dan WEBGIS :

5. Pengantar mapping dengan arcview

6. GIS Programming Using MapInfo

7. MODUL MAPINFO

8. PCD ARCGIS GEOVISI dan PCD ARCGIS GEOVISI-2

9. ALOVMAP

10. Disain Geodatabase



Komunitas GIS ialah Komunitas atau Group ini diperuntukkan bagi rekan-rekan yang akan, sedang, atau pernah belajar bersama mengenai Sistem Informasi Geografis bersama dengan Geovisi Mitratama.



Silahkan bergabung ke dalam mailinglist/google group Geovisi untuk berbagi bersama dan saling berdiskusi mengenai persepsi dan konsep SIG (sistem informasi geografis) di

http://groups.google.com/group/komunitas-gis

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------



Apabila menghendaki mengikuti Geospatial Learning at 2010 bersama kami silahkan hubungi:



Informasi lebih lengkap mengenai Pelatihan GPS, SIG, Penginderaan Jauh, Geospatial Learning dapat menghubungi :

P.T. Geovisi Mitratama

Alamat :

Jl. Sidoarum no 20 Bantulan RT 06/RW 04 Sidoarum Godean Sleman Yogyakarta 55564.

Telpon/Fax : (0274)798306

Email : info[at]geovisi.com

http://groups.google.com/group/komunitas-gis





"Saat ini tidak memiliki cabang dimanapun dan hanya berkantor pusat

di
Jl. Sidoarum no 20 Bantulan RT 06/RW 04 Sidoarum Godean Sleman Yogyakarta 55564"



Salam Hormat,



Aji Putra Perdana

Life is too short...Learn to more Ikhlas in my life...



* ini bukan tulisan geospasial, tapi renungan berfikir dan ajakan

geospatial sharing dan training ala thole cakep tanpa maksud apapun di dalamnya, semata-mata berbagi kata-kata dan ditujukan untuk keberlangsungan perkembangan dunia geospasial di Indonesia tercinta*




-end-





"Don’t be silent, do something and smile for Planet of Earth”

by Aji Putra Perdana

"The Transformer of GIS and Remote Sensing“

http://ajiputrap.blogspot.com/



Dancing in A Globalized, Dancing with Love and Peace for Our Planet of Earth”

by My Little Sister





Salam Hangat,



Mencoba berpikir sederhana untuk memecahkan kerumitan dari sebuah problematika.